BATUBARAPOS.com, – Publik kembali diguncang oleh kabar mengejutkan dari pusat kekuasaan. Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia yang pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi, kini dipercaya menjabat sebagai Ketua Tim Pakar dan Inisiator Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Danantara merupakan lembaga strategis yang akan mengelola aset negara senilai lebih dari Rp14.000 triliun. Penunjukan Burhanuddin Abdullah menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: apakah negara kekurangan figur yang bersih dan berintegritas hingga harus menunjuk eks terpidana korupsi ke posisi sepenting ini?
Sebagai catatan, pada tahun 2008, Burhanuddin dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda Rp250 juta atas penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) saat menjabat Gubernur BI. Kasus ini menjadi salah satu skandal besar dalam sejarah keuangan negara kala itu.
Meski Burhanuddin telah menyelesaikan masa hukumannya, penunjukan dirinya untuk kembali ke panggung kekuasaan memunculkan perdebatan soal etika, integritas, dan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Publik pun mempertanyakan pesan moral yang coba disampaikan: apakah rekam jejak korupsi tak lagi menjadi penghalang untuk menduduki jabatan publik?
Lebih dari sekadar kontroversial, keputusan ini membuka luka lama dalam upaya reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Ketika mantan narapidana korupsi diberi mandat mengelola uang negara, maka yang perlu dipertanyakan bukan hanya sosok yang ditunjuk, tetapi juga sistem yang memungkinkan itu terjadi.
Dalam situasi di mana kepercayaan publik terhadap pemerintah sedang diuji, keputusan seperti ini justru menambah keraguan: apakah kita sedang menuju tata kelola yang lebih baik, atau justru sedang berjalan mundur?