BATUBARAPOS.com, MEDAN- Tiba-tiba saja, beberapa pihak merasa tersinggung dengan spanduk bertuliskan “Batubara Darurat Narkoba” yang belakangan ini muncul di sejumlah sudut kabupaten. Padahal, spanduk itu bukan menyindir siapa-siapa—hanya menyampaikan fakta yang selama ini coba ditutup-tutupi dengan seminar dan pencitraan.
Tapi tenang saja, rakyat sudah tidak mudah dibuai. Dan hari ini, mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Batubara (IMABARA) Cabang Medan angkat bicara. Bukan dengan bahasa diplomatis yang membosankan, tapi dengan pernyataan yang tegas dan tak bisa dibantah.
“Batubara memang darurat narkoba. Ini bukan lagi sekadar isu kriminal, ini sudah menjadi bencana kemanusiaan. Rakyat resah, generasi muda terancam, tapi di mana keberpihakan negara?” ujar Ketua IMABARA Medan, Rifan Syah Putra. Melalui Whatsapnya, Selasa (15/04/2025) saat di konfirmasi Batubara Pos
Ya, Anda tidak salah baca. Bencana kemanusiaan, bukan hanya urusan sabu-sabu pinggiran. Karena nyatanya, yang menjadi korban bukan cuma pelaku—tapi satu generasi muda yang diam-diam sedang dirampas masa depannya.
Rifan juga menyentil kinerja aparat penegak hukum yang kadang rajin ketika ada kamera, tapi mendadak menghilang saat rakyat meminta kejelasan. Meski mengapresiasi dua pengungkapan kasus oleh Sat Narkoba Polres Batubara, ia tak ingin ini hanya sebatas pemadam kebakaran sesaat.
“Kami tanya kepada AKP Ramses Panjaitan: apakah ini akan berlanjut menjadi gerakan nyata atau hanya pencitraan sesaat? Jika serius, buktikan dengan konsistensi dan keberanian menindak siapa pun—termasuk jika pelakunya berasal dari lingkar kekuasaan,” katanya lagi, kali ini dengan nada yang menyengat telinga para petinggi yang mungkin merasa tersindir.
IMABARA tidak hanya berkoar. Mereka siap turun ke lapangan, membentuk forum rakyat, menjadi watchdog, dan bahkan, jika perlu—berdiri di depan gerbang kantor-kantor pemerintah, membawa poster dan suara rakyat yang selama ini hanya dianggap angin lalu.
“Kami mendesak Pemkab Batubara untuk membentuk Satgas Khusus Anti-Narkoba yang melibatkan mahasiswa, pemuda, dan tokoh masyarakat. Jangan tunggu generasi rusak baru sibuk cari solusi,” tegasnya.
Dan yang paling dramatis—bukan karena dibuat-buat, tapi karena memang itulah kenyataan—adalah kalimat penutup Rifan:
“Kami mahasiswa, bukan penonton. Kami adalah bagian dari perlawanan. Jika negara lalai, kami akan berdiri di barisan rakyat, melawan narkoba demi masa depan Batubara.”
Sudah jelas, bukan? Kalau masih ada yang tersinggung dengan spanduk, mungkin bukan karena kalimatnya… tapi karena isinya menyentuh titik lemah yang selama ini disembunyikan di balik meja rapat dan baliho pencitraan. (Red)