BATUBARAPOS.com, BATU BARA | PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) kembali meraih penghargaan bergengsi, kali ini dua sekaligus dalam ajang TOP CSR Awards 2025. Kita ucapkan selamat, tentu saja. Tapi bagi warga Kuala Tanjung, penghargaan ini justru kembali menyisakan pertanyaan lama yang belum terjawab: “Apa yang benar-benar sudah INALUM lakukan untuk masyarakat sekitar?”
Syahrizal, warga asli Kuala Tanjung Dusun 1 Pematang Sijago yang sudah puluhan tahun hidup berdampingan dengan pabrik peleburan raksasa itu, mengaku penghargaan demi penghargaan yang diterima INALUM justru terasa janggal ketika dibandingkan dengan realitas di lapangan.
“Kami tetap mengucapkan selamat, tapi jujur saja, sampai hari ini warga di sekitar perusahaan masih banyak yang cuma jadi penonton. Yang kerja di dalam bisa dihitung jari, yang merasakan dampak langsung program CSR juga hanya sebagian kecil,” kata Syahrizal kepada Batubara Pos, Selasa (8/7).
49 Tahun INALUM: Megah di Jakarta, Sunyi di Kuala Tanjung
Peringatan 49 tahun berdirinya INALUM tahun ini semestinya menjadi momentum refleksi. Namun sayangnya, yang terlihat adalah dominasi seremoni, piagam, dan publikasi—bukan refleksi substansial terhadap kebutuhan warga yang hidup tepat di jantung industri.
“Tiap tahun dapat penghargaan, tapi akses air bersih di sebagian wilayah sekitar sini saja masih jadi masalah. Jalan berlubang, sekolah butuh perbaikan, pemuda-pemudi masih sulit dapat peluang kerja di dalam perusahaan,” tambah Syahrizal dengan nada getir.
CSR: Seremonial atau Solusi?
Dalam keterangan resminya, pihak INALUM menyebut pendekatan mereka telah selaras dengan ISO 26000 dan mengusung prinsip Creating Shared Value (CSV). Namun, banyak warga merasa “nilai bersama” yang dimaksud belum benar-benar dibagikan bersama.
“Kalau CSR-nya hanya muncul saat kamera datang dan tidak menyentuh kebutuhan nyata kami, itu bukan keberlanjutan. Itu hanya seremoni,” tegas Syahrizal.
Harapan Warga: Libatkan Kami, Jangan Hanya Datang Saat Foto Bersama
Warga Kuala Tanjung bukan anti-kemajuan. Mereka hanya ingin didengar, dilibatkan, dan dihargai. Di tengah kemajuan dan nama besar INALUM yang dielu-elukan di pusat, suara kecil dari kampung halaman perusahaan ini tetap penting.
“Kami ingin anak-anak kami bisa kerja di sini, bukan hanya jadi saksi bisu dari balik pagar tinggi. Kami ingin CSR yang menyentuh kebutuhan nyata, bukan sekadar laporan tahunan,” pungkas Syahrizal.
Penulis : Soleh Reni