BATUBARAPOS.com, BATU BARA | Di tengah semangat pemerintah untuk membangkitkan sektor pertanian, tersimpan sebuah ironi di Desa Air Hitam, Kecamatan Datuk Lima Puluh. Sebuah bangunan megah berdiri di sana kilang padi yang dulu dijanjikan sebagai pusat kemajuan pertanian Batu Bara. Namun kini, yang tersisa hanyalah tembok berlumut, pintu berkarat, dan sunyi yang menggantikan deru mesin yang tak pernah benar-benar hidup.
Proyek kilang padi yang dibangun pada masa pemerintahan sebelumnya itu sempat digadang-gadang menjadi harapan baru bagi petani Batu Bara. Ia diimpikan sebagai jalan menuju kemandirian pangan, pusat pengolahan hasil tani, dan simbol kemajuan desa. Tapi hari ini, bangunan itu justru menjadi potret luka, harapan yang tak tersentuh, janji yang tak ditepati.
Melihat kondisi itu, Ikatan Mahasiswa Batu Bara (IMABARA) Cabang Medan bersama masyarakat meminta Bupati Batu Bara, H. Baharuddin Siagian, SH, M.Si, untuk turun langsung meninjau lokasi dan membuka kembali lembaran yang sempat dilupakan.
Ketua Umum IMABARA Medan, Rifan Syahputra, dengan nada tegas namun sarat kekecewaan, menyebut bahwa kilang padi tersebut adalah bukti nyata dari sebuah program yang kehilangan arah.
“Kilang padi itu dibangun dengan harapan besar, tapi kenyataannya kini terbengkalai. Ini bukan sekadar bangunan mati, tapi lambang gagalnya pengelolaan potensi daerah. Kami meminta Bupati Baharuddin meninjau langsung dan melakukan evaluasi menyeluruh,” ujar Rifan. Dalam keterangan tertulisnya Selasa (04/11/2025)
IMABARA mendesak agar pemerintah daerah segera membentuk tim audit dan investigasi yang melibatkan pihak independen. Bukan hanya untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk mengembalikan kepercayaan rakyat bahwa uang rakyat tidak berakhir sia-sia.
“Kami ingin fasilitas itu dihidupkan kembali, agar petani Batu Bara bisa merasakan manfaatnya. Jangan biarkan kilang padi itu menjadi monumen diam dari janji yang gagal ditepati,” tambah Rifan penuh harap.
Warga Desa Air Hitam pun menyuarakan keresahan yang sama. Mereka ingin melihat bangunan itu kembali bernapas, suara mesin penggilingan kembali menggema, dan hasil panen mereka tidak lagi dijual mentah ke luar daerah.
Di antara hamparan sawah yang menunggu waktu panen, kilang padi itu berdiri seperti saksi bisu yang menatap masa lalu. Kini, masyarakat menunggu langkah Bupati Baharuddin—apakah bangunan itu akan terus menjadi simbol harapan yang padam, atau justru dihidupkan kembali menjadi denyut baru kebangkitan pertanian Batu Bara. (Red)

